Sunday, October 13, 2013

penyimpangan sosial


PENYIMPANGAN SOSIAL
Kita tentunya menginginkan suatu kehidupan yang harmonis, selaras, dan sesuai dengan tatanan sosial yang berlaku. Akan tetapi, di kehidupan masyarakat yang majemuk seperti sekarang ini, hal tersebut sangatlah sulit dijumpai. Bahkan dapat dikatakan bahwa kondisi masyarakat yang harmonis dan selaras tersebut hanyalah sebatas angan-angan belaka, karena tindakan penyimpangan sosial pasti selalu ada, meskipun bentuk penyimpangan yang terjadi tersebut sangat kecil atau ringan. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat orang yang tidak tertib dalam berlalu lintas, berbagai tindak kejahatan, dan lain sebagainya. Berbagai bentuk penyimpangan sosial dan upaya pencegahannya dapat kalian pelajari pada pembahasan berikut ini.
Perilaku Penyimpangan
Perilaku penyimpangan (deviasi sosial) adalah semua bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Perilaku penyimpangan dapat terjadi di mana saja, baik di keluarga maupun di masyarakat. Menurut G. Kartasaputra, perilaku penyimpangan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai atau tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, baik yang dilakukan secara sadar ataupun tidak.

Bentuk-Bentuk Penyimpangan
Penyimpangan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dilihat berdasarkan kadar penyimpangannya dan dilihat berdasarkan pelaku penyimpangannya.

a.      Berdasarkan Kadar Penyimpangan
1 ) Penyimpangan primer
Penyimpangan primer disebut juga penyimpangan ringan. Para pelaku penyimpangan ini umumnya tidak menyadari bahwa dirinya melakukan penyimpangan. Penyimpangan primer dilakukan tidak secara terus menerus (insidental saja) dan pada umumnya tidak begitu merugikan orang lain, misalnya mabuk saat pesta, mencoret-coret tembok tetangga, ataupun balapan liar di jalan. Penyimpangan jenis ini bersifat sementara (temporer), maka orang yang melakukan penyimpangan primer, masih dapat diterima oleh masyarakat.

2 ) Penyimpangan sekunder
Penyimpangan sekunder disebut juga penyimpangan berat. Umumnya perilaku penyimpangan dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang dan terus menerus meskipun pelakunya sudah dikenai sanksi. Bentuk penyimpangan ini mengarah pada tindak kriminal, seperti pembunuhan, perampokan, dan pencurian. Penyimpangan jenis ini sangat merugikan orang lain, sehingga pelakunya dapat dikenai sanksi hukum atau pidana.

b . Berdasarkan Pelaku Penyimpangan
1 ) Penyimpangan individu (individual deviation)
Penyimpangan jenis ini dilakukan secara perorangan tanpa campur tangan orang lain. Contohnya seorang pejabat yang korupsi, oknum polisi yang melakukan pemerasan terhadap individu yang memiliki suatu kasus, suami atau istri yang selingkuh, dan anak yang durhaka terhadap orang tua. Dilihat dari kadarnya penyimpangan perilaku yang bersifat individual, menyebabkan pelakunya mendapat sebutan seperti pembandel, pembangkang, pelanggar, bahkan penjahat.

2 ) Penyimpangan kelompok (group deviation)
Penyimpangan jenis ini dilakukan oleh beberapa orang yang secara bersama-sama melakukan tindakan yang menyimpang. Contohnya pesta narkoba yang dilakukan kelompok satu geng, perkelahian massal yang dilakukan antarkelompok suku, ataupun pemberontakan. Penyimpangan kelompok biasanya sulit untuk dikendalikan, karena kelompok-kelompok tersebut umumnya mempunyai nilai-nilai serta kaidah-kaidah sendiri yang berlaku bagi semua anggota kelompoknya. Sikap fanatik yang dimiliki setiap anggota terhadap kelompoknya menyebabkan mereka merasa tidak melakukan perilaku yang menyimpang. Hal tersebut menyebabkan penyimpangan kelompok lebih berbahaya daripada penyimpangan individu.
3 ) Penyimpangan campuran (mixture of both deviation)
Penyimpangan campuran diawali dari penyimpangan individu. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, ia (pelaku penyimpangan) dapat memengaruhi orang lain, sehingga ikut melakukan tindakan menyimpang seperti halnya dirinya. Contoh penyimpangan campuran adalah sindikat narkoba, sindikat uang palsu, ataupun demonstrasi yang berkembang menjadi amuk massa.

1.      Sifat-Sifat Penyimpangan
Dilihat dari sifatnya, penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan sosial yang bersifat positif dan yang bersifat negatif.
a.      Penyimpangan yang Bersifat Positif
Penyimpangan yang bersifat positif merupakan suatu bentuk penyimpangan atau perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, tetapi mempunyai dampak positif terhadap dirinya maupun masyarakat. Penyimpangan ini memberikan unsur inovatif dan kreatif sehingga dapat diterima oleh masyarakat, meskipun caranya masih belum umum atau menyimpang dari norma yang berlaku. Misalnya, pada masyarakat yang masih tradisional, perempuan yang melakukan aktivitas atau menjalin profesi yang umum dilakukan oleh laki-laki seperti berkarir di bidang politik, menjadi pembalap, sopir taksi, anggota militer dan lain-lain oleh sebagian orang masih dianggap tabu. Namun hal tersebut mempunyai dampak positif, yaitu emansipasi wanita.


b.      Penyimpangan yang Bersifat Negatif
Penyimpangan yang bersifat negatif merupakan penyimpangan yang cenderung mengarah pada tindakan yang dipandang rendah, berdampak buruk serta merugikan bagi pelaku dan juga masyarakat. Bobot penyimpangan negatif dapat dilihat dari norma-norma atau nilai-nilai yang telah dilanggar. Pelanggaran terhadap norma-norma kesopanan dinilai lebih ringan dibanding pelanggaran terhadap norma hukum. Contoh penyimpangan yang bersifat negatif, membolos, pembunuhan, pencurian, korupsi, dan sebagainya.




paradigma pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran, masih banyak guru menggunakan pardigma lama, yaitu paradigma ‘guru menjelaskan dan murid mendengarkan’. Metode pembelajaran semacam ini telah menjadikan pelajaran membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif di dalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma baru, yaitu paradigma ‘siswa aktif mengkonstruksi makna dan guru membantu’. Paradigma di atas merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma baru dianggap sulit diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Untuk itu diperlukan metode yang dipergunakan harus bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan pelajaran hanya sebagai fakta-fakta hafalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi.
Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang penuh dengan makna. Agar “ingatan emosional” muncul dan bertahan lama, maka paradigma pembelajaran harus diubah. Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru dari paradigma lama ke paradigma baru, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma lama, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah terbiasa dengan paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.


BAB II
PEMBAHASAN
a.      Pengertian Paradigma Pembelajaran
Secara etimologis, kata paradigma berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu model, teladan, arketif dan ideal. Sedangkan secara terminologis, arti paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan konseptual terhadap suatu masalah dengan menggunakan teori formal, eksperimentasi dan metode keilmuan yang terpercaya. Yang kedua adalah pengertian pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar agar proses perolehan ilmu dan pengetahuan dapat membentuk sikap dan perilaku peserta didik. Paradigma pembelajaran ini dapat berubah menurut sistem pembelajaran yang terus berkembang, sehingga ada yang menyebutkan ada paradigma lama dan paradigma alternatif dalam pembelajaran.
b.      Paradigma Lama Pembelajaran
Paradigma lama dalam pembelajaran yaitu pembelajaran tradisional yang merupakan pembelajaran di mana secara umum pusat pembelajaran pada guru. Jadi di sini guru berperan sebagai pengajar yang cenderung aktif di mana siswa hanyalah sebagai objek dari pendidikan. Sistem pembelajaran tradisional dicirikan dengan bertemunya antara pelajar dan pengajar untuk melakukan proses belajar mengajar. Metode ini menghadapi kendala yang berkaitan dengan keterbatasan tempat dan waktu penyelenggaraan dengan semakin meningkatnya aktifitas pelajar/mahasiswa dan pengajar/dosennya.
Pendekatan atau model pembelajaran tradisional cenderung berasumsi bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama dan belajar dengan cara yang sama, pada waktu yang sama, dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi pelajaran yang terstruktur secara ketat dan didominasi oleh guru. Dengan demikian perubahan siswa dalam paradigma ini adalah perubahan tingkah laku saja. Oleh karena itu perlu adanya paradigma baru pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak.
c.       Paradigma Alternatif Pembelajaran
Paradigma alternatif pembelajaran adalah model pembelajaran yang dapat dijadikan suatu pengganti model pembelajaran yang lama, dimana model pembelajaran ini diperlukan untuk menata dan mengatur kembali model pembelajaran lama yang hanya mengedepankan perubahan tingkah laku pada siswa. Paradigma alternatif ini mendorong adanya paradigma baru yang saat ini dibutuhkan untuk memperbaiki paradigma lama dalam pembelajaran.
1.      Perlunya Paradigma Baru Pendidikan
Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Maka yang perlu dilakukan sekarang menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan paradigma baru, praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivitas.
Dalam proses pembelajaran misalnya, pengembangan suasana kesetaraan melalui komunikasi dialog transparan, toleran, dan tidak arogan seharusnya terwujud di dalam aktivitas pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Guru memegang peranan startegi terutama dalam upaya membentuk membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

2.      Pembelajaran Sebagai Pilar Utama
Komisi Pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996: 85) melihat bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu :
a)      Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan.
b)      Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.
c)      Learning to live together, learning to live with other, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih, dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik.
d)     Learning to be, pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi, dan nilai-nilai spiritual.
Dari keempat pilar tersebut merupakan misi dan tanggung jawab yang harus diemban oleh pendidikan. Melalui kegiatan belajar mengetahui, belajar berbuat,belajar hidup bersama dan belajar menjadi seorang atau belajar menjadi diri sendiri yang didasari keinginan secara sungguh-sungguh maka akan semakin luas wawasan seseorang tentabg pengetahuan, tentang nilai-nilai positif, tentang orang lain serta tentangberbagai dinamika perubahan yang terjadi.

3.      10 Mega Tren Dalam Pembelajaran
Pembelajaran dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan. Demikian juga dengan  cara perkembeangan berfikir. Oleh karena itu kita mengenal 10 megatrend dalam pendidikan.
1.      Belajar melalui kehidupan kita
2.      Belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan.
3.      Belajar berfokus pada kehidupan nyata
4.      Belajar dengan seluruh kemampuan otak
5.      Belajar bersama
6.      Belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya
7.      Belajar langsung dari berpikir
8.      Belajar melalui pengajaran/ pembelajaran
9.      Belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat) untuk membantu belajar sepanjang hayat
10.  Belajar bagaimana belajar



4.      Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat. Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing masing.
Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri.
Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.Untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.
Dalam konstruktivisme, fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik mencontoh dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik dalam membina skema pengkonsepan berdasarkan pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah tumpuan penelitian dari pembinaan model berdasarkan kaca mata guru kepada pembelajaran sesuatu konsep ditinjau dari kaca mata peserta didik. Oleh karena itu paradigma konstruktivisme dapat memberikan ruang bagi siswa untuk membentuk konsep tersendiri tentang gambaran materi yang diajarkan.
d.      Tabel Perbedaan Antara Paradigma Lama dan Paradigma Baru Pembelajaran
Dimensi
Paradigma lama
Paradigma baru
Ruang lingkup pembelajaran
Disajikan secara terpisah, bagian perbaikan engan penekanan pada pencapaianketerampilan dasar
Disajikan secara utuh dengan penjelasan tentang keterkaitan antar bagian, dengan penekanan pada konsep-konseo utama
Kurikulum
Harus diikuti sampai habis
Pertanyaan dan konstruksi jawaban siswa adalah penting
Kegiatan pembelajaran
Berdasarkan buku teks yang sudah ditentukan
Berdasarkan beragam sumber informasi primer dan mateti-materi yang dapat dimanipulasi langsung oleh siswa
Kedudukan siswa
Dilihat sebagai sumber kosong tempat ditumpahkannya semua pengetahuan dari guru
Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu menghasilkan teori-teori tentang dunia dan kehidupan
Sistem guru
Guru mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan kepada siswa
Guru bersikap interaktif dalam pembelajaran, menjadi fasilitator dan mediator bagi siswa
Penyelesaian masalah pembelajaran
Selalu mencari jawaban yang benar untuk memvalidasi proses belajar siswa
Guru mencoba mengert persepsi siswa agar dapat melihat pola pikir siswa dan apa yang diperoleh siswa untuk pembelajaran selanjutnya
Penilaian proses pembelajaran
Merupakan bagian terpisah dari pembelajarandan dilakukan hampir selalu dalam bentuk tes atau ujian
Merupakan bagian internal dalam pembelajaran, dilakukan melalui observasi guru terhadap hasil kerja melalui pameran kerja siswa dan portopolio
Aktivitas belajar siswa
Siswa lebih banyak belajar sendiri
Lebih banyak belajar dalam kelompok









BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Paradigma pembelajaran adalah suatu model dalam proses pembelajaran yang mengalami suatu dinamika dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman
2.      Paradigma lama pembelajaran adalah proses pembelajaran di mana secara umum pusat pembelajaran pada guru dan outputnya berupa perubahan tingkah laku siswa.
3.      Paradigma baru pembelajaran adalah proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia itu sendiri, jadi guru hanya sebagai pembimbing dan ouputnya berupa pembentukan konsep oleh siswa.
b.      Saran
Sebagai seorang calon guru kita harus memberi inovasi model pembelajaran sesuai dengan perkembangan zaman agar siswa dapat menggali  dan mengembangkan potensi yang dimiliki.